Gambar Kehendal Allah ke 1

Warisan Anak yaitu Takhta Sorgawi:
Prioritas Pertama Dalam Kehendak Allah

* Prioritas Allah yang pertama adalah warisan Anak yaitu takhta sorgawi

Prioritas pertama dalam kehendak Allah adalah warisan Anak yaitu takhta sorgawi (Philippians 2:5-11). Meskipun Gambar kehendak Allah sendiri tidak bisa dibahas tanpa menyebut Anak, prioritas pertama memusatkan pandangan lebih dekat kepada Anak, karena itu adalah mengenai terangkatnya Dia ke sorga. Keahliwarisan-Nya telah direncanakan sebelum penciptaan manusia, para malaikat dan sorga.

Prioritas pertama memusatkan pandangan kepada hubungan antara Bapa dan Anak yang bisa disimpulkan dengan “Kasih & Ketaatan.” Secara ruang hal ini berhubungan dengan langit ketiga (sorga para malaikat, ilah-ilah, dunia rohani). Dalam kasih-Nya kepada Anak, Bapa menunjuk Dia sebagai ahli waris dan menciptakan sorga sebagai warisan-Nya (Hebrews 1:2). Dalam pelaksanaannya, anak memilih untuk tidak menyetarakan diri dengan Bapa dan merendahkan diri-Nya dengan kerendahan hati terhadap Dia (Philippians 2:5-8). Dengan menunjuk kepada Anak ketika Ia dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Matthew 3:17; Mark 1:11; Luke 3:22) dan di gunung di mana Ia berubah rupa (Matthew 17:5; Mark 9:7; Luke 9:35), dan berkata, “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” Bapa menyatakan kepada dunia akan kasih-Nya untuk Anak, Firman datang dalam daging. Dalam suratnya, Paulus menegaskan kasih ini dengan menyebut sorga yang diberikan kepada Anak “Kerajaan Anak-Nya yang kekasih” (Colossians 1:13). Dalam menanggapi kasih Allah yang luar biasa, Anak menunjukkan kerendahan hati dengan merendahkan diri tanpa batasan. Meskipun pada hakekatnya adalah Allah, Ia tidak menyetarakan diri dengan Bapa, tetapi memilih untuk mengosongkan diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba dan menyatakan diri dalam rupa seorang manusia (Philippians 2:6-8). Dengan kata lain adalah sebagai makhluk yang dapat mengalami kematian Ia merendahkan diri di hadapan Bapa, sumber dari hidup kekal. Allah menerima dengan penuh sukacita kerelaan hati Anak untuk merendahkan diri dengan kerendahan diri dan mengecap maut, dan memberikan Dia perintah kebangkitan sebagai tanda penghargaaan atas persetujuan-Nya (John 10:17-18). Maka Bapa dan Anak ada dalam hubungan kasih dan ketaatan. Tanpa kasih dan/atau ketaatan, tidak mungkin ada hubungan di antara mereka.

Bahkan sebelum hal ini menjadi korban kematian untuk keselamatan manusia, kematian Yesus telah direncanakan sebagai perintah Bapa. Hal ini telah direncanakan dalam proses untuk Anak mewarisi sorga bahkan sebelum penciptaan manusia atau dunia. Oleh sebab itu, kematian Yesus harus dimengerti dalam konteks hubungan Bapa-Anak. Yesus harus mati dan menuju kebangkitan sesuai dengan kehendak Allah. Kematiannya itu berasal dari penyerahan diri-Nya kepada Bapa dan proses untuk masuknya Dia ke sorga melalui kebangkitan, di mana sorga telah dipersiapkan untuk Dia oleh Bapa. Pernyataan Yesus, “Akulah kebangkitan” (John 11:25) tidak dapat secara mudah diartikan bahwa Ia harus mati dan dibangkitkan. Pernyataan itu lebih mengantarkan arti bahwa Yesus sebagai pemilik asli dari hidup kekal hanya mengalami kematian secara singkat. “Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali” (John 10:17) , juga memberikan konfirmasi bahwa tujuan akhir-Nya bukan sekedar kebangkitan dari kubur, tetapi kehidupan yang lebih besar lagi, yaitu penobatan takhta di sorga. Dari pada mulanya, Yesus sudah ditetapkan untuk mati, dibangkitkan dan duduk dalam takhta kemuliaan.

Jadi kematian Yesus bukanlah tujuan akhir. Untuk kebangkitanlah Anak Manusia telah datang. Dua ribu tahun yang lalu, kehendak Allah telah digenapi oleh kematian Yesus, Anak-Nya, kebangkitan dan terangkatnya Yesus ke sorga (Matthew 26:64; Mark 16:19; Hebrews 1:3; Hebrews 8:1, Revelation 3:21) yang mana sekarang ini sedang berdoa bagi orang-orang kudus (Romans 8:34); 1 John 2:1) dan mempersiapkan tempat tinggal bagi mereka di sorga.

Ayat terkait:
Philippians 2:6-8; Mark 16:19


Category Article

What's on Your Mind...